About

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, April 28, 2014

Makalah Belajar dan Pembelajaran



BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

            Berbicara tentang belajar dan pembelajaran adalah berbicara sesuatu yang tidak pernah berakhir sejak manusia ada dan berkembang di muka bumi sampai akhir zaman nanti. Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan dialami manusia sejak manusia masih dalam kandungan, buaian, tumbuh berkembang dari anak-anak, remaja hingga dewasa sampai ke liang lahat, sesuai dengan prinsip life long education. Sehingga diperoleh sebuah definisi bahwa  Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu dan seiring dengan proses memperoleh pengetahuan, lahir pula berbagai macam teori mengenai pokok-pokok belajar dan pembelajaran yang beberapa diantaranya akan kami bahas dalam makalah ini.

1.2.Rumusan masalah

    Apa makna teori dan konsep dasar pembelajaran?
    Apa hakikat universal dari belajar?
    Apa peran filsafat pendidikan dalam pengembangan teori pendidikan?

1.3.Tujuan Penulisan

    Memenuhi salah satu tugas mata kuliah belajar dan pembelajaran.
    Memahami peran filsafat pendidikan dalam mengembangkan teori belajar.
    Menambah wawasan dalam mengembangkan dunia pendidikan di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.      Makna Teori dan Konsep Dasar Pembelajaran

            Teori adalah suatu penjelasan tentang  hubungan antara dua atau lebih konsep atau variable yang berupa sekumpulan hokum, gagasan, prinsip dan teknik-teknik tentang subjek tertentu. Teori tidak bersifat kekal karena dapat diubah jika ada bukti baru yang bersifat menyangkal teori tersebut. Dalam khasnah pembelajaran, dominasi teori behaviorisme demikian kutnya, bahkan berlangsung puluhan tahun. Namun dengan sejumlah bukti yang berpangkal dari suatu paradigm baru dan keabsahannya tidak bisa disangkal pada saat itu, dan pada perkembangannya teori behaviorisme digantikan oleh teori kognitivisme.

            Dalam konsep pembelajaran, Bruner membedakan antara teori pembelajaran (instructional theory) dan teori belajar (learning theory). Dalam hal ini pembelajaran semakna dengan pengajaran. Menurut Bruner (Degeng,1989) teori pembelajaran adalah preskriptif sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Dikatakan preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan dikatakan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar.

            Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang (guru) mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Teori ini berurusan dengan upaya mengontrol variable-variabel Yang dispesifikasi dalam teori belajar agar memudahkan belajar itu sendiri (Budiningsih,2005:11). Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variable yang menentukan hasil belajar, teori ini menekankan kepada bagaimana seharusnya seseorang itu belajar. Reigeluth (Degeng,1989) mengembangkan teori Bruner ini dengan menyatakan bahwa sifat preskriptif dan deskriptif ini dimiliki baik oleh teori pembelajaran maupun teori belajar bergantung kepada tujuan atau proposisi yang digunakan.

2.2.      Hakikat Universal dari Belajar

            Seperti yang kita ketahui, dewasa ini terjadi perkembangan yang amat tepat dalam berbagai aspek kehidupan yang berdampak kepada pendidikan dan pembelajaran. Dalam kaitan ini UNESCO dengan laporannya yang berjudul Learning: The Treasure Within (1996) menyampaikan adanya sejumlah tantangan controversial yang harus dihadapi dengan cara menyeimbangkan berbagai tekanan (tension) yaitu tekanan antara tuntutan: global dengan local, universal dengan individual, pertimbangan jangka panjang dan jangka pendek, tradisional dengan modern, antara tuntutan spiritual dan kebutuhan material, dsb.

            Tantangan yang bersifat universal ini juga harus dihadapi secara universal pula. Dalam dunia pembelajaran, untuk menghadapi dan beradaptasi dengan berbagai tantangan itu, UNESCO memberikan resep berupa  apa yang disebut empat pilar belajar (four pillars of education or learning), yaitu:

2.2.1.   Learning to know

            Belajar untuk mengetahui berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan. Belajar untuk mengetahui ini oleh UNESCO dipahami sebagai cara dan tujuan dari eksistensi manusia. Hal ini sesuai dengan penegasan Jacques Delors (1966) yang menyatakan adanya dua manfaat pengetahuan yaitu pengetahuan sebagai cara (means) dan pengetahuan sebagai hasil atau tujuan (end). Sebagai cara hidup, terkait keniscayaan bahwa manusia memang wajib memahami dunia disekelilingnya. Dari segi tujuan, belajar untuk mengetahui bertujuan untuk memberikan kepuasan karena perolehan pemahaman, pengetahuan dan kepuasan melalui penemuan-penemuan secara mandiri. Belajar untuk mengetahui berimplikasi terhadap diakomodasikannya konsep belajar tentang bagaimana belajar (learning how lo learn), dengan mengembangkan seluruh potensi konsentrasi pembelajar, ketrampilan mengingat dan kecakapan untuk berpikir. Proses untuk memperbaiki ketrampiln berkonsentrasi ini dapat bermanifestasi dengan berbagai cara dan dapat dibantu oleh berbagai kesempatan belajar yang berbeda-beda yang muncul di sepanjang kehidupannya.

2.2.2.   Learning to Do

            Konsep Learning to do ini berkaitan dengan dua hal: pertama, berkaitan dengan ekonomi industri, dimana para pekerja memperoleh upah atas pekerjaannya. Kedua, yaitu suatu usaha yang kita kenal sebagai wirausaha, para lulusan sekolah menyiapkan jenis pekerjaannya sendiri dan menggaji dirinya sendiri (self employment) dalam semangat entrepreneurship. Jadi menurut UNESCO belajar jenis ini berkaitan dengan pendidkan Vokasional. Pada perkembangannya, dunia usaha/ industry menuntut agar setelah lulus para siswa pembelajar siap memasuki lapangan kerja, sehingga seharusnya ada Link and Match antara sekolah dengan dunia usaha. Maknanya sekolah wajib menyiapkan berbagai ketrampilan dasar yang diperlukan untuk siap bekerja.

2.2.3.   Learning to Live Together

            Belajar untuk hidup bersama mengisyaratkan keniscayaan interaksi berbagai kelompok dan golongan dalam kehidupan global yang dirasakan semakin menyempit akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Komunikasi antar manusia di berbagai belahan dunia kini sudah dalam hitungan detik. Agar dapat berinteraksi, berkomunikasi saling berbagi, bekerja sama dan hidup bersama, dan saling menghargai dalam kesetaraan. Sejak kecil anak-anak harus sudah dilatih, dibiasakan hidup berdampingan bersama. Anak-anak harus banyak belajar dari hidup bersama secara damai, apalagi di alam Indonesia yang multicultural dan multietnik sehingga mereka biasa bersosialisasi sejak awal (being sociable).

2.2.4.   Learning to Be

            Belajar untuk mencapai manusia yang utuh, mengharuskan tujuan belajar dirancang dan diimplementasikan sedemikian rupa, sehingga pembelajar menjadi manusia yang utuh, paripurna. Manusia yang utuh adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek ketaqwaan terhadap Tuhan, intelektual, emosi, fisik maupun moral. Seimbang dalam kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritualnya. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan individu-individu yang banyak belajar dalam mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Dalam kaitan itu mreka harus berusaha banyak meraih keunggulan (being excellence). Keunggulan diperkuat dan ditunjang oleh moral yang kuat (being morality). Dan moral yang kuat wajib ditunjang dengan keimanan.

2.3.      Implementasi Empat Pilar Pendidikan di Indonesia

            Implementasi keempat pilar pendidikan seperti yang dicanangkan UNESCO ini dapat dilihat dalam konsideran yang melandasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan. Dalam kaitan ini, reformasi pendidikan yang melahirkan visi pendidikan nasional Indonesia harus mencakup hal-hal sebagai berikut:

            Pertama, penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, didalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari pengajaran ke pembelajaran.

            Kedua, adanya perubahan pandangan tentang peran manusia  dari paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan dari paradigma manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Proses pendidikan harus mencakup : a) penumbuh kembangan keimanan dan ketaqwaan. b)pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi dan kepribadian. c)penguasaan pengetahuan dan teknologi. d)pengembangan, penghayatan, apresiasi dan ekspresi seni. e)pembentukan manusia yang sehat jaasmani dan rohani.

            Ketiga, adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosio-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu  sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya.

            Dalam menyusun konsideran Peraturan Pemerintah tersebut, maka terlihat jelas arah pendidikan dan pembelajaran di Indonesia serta konsep pendidikan dan pembelajaran apa yang sedang diminati di Indonesia.

2.4.      Peran Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Teori Belajar

            Agar memperoleh pijakan berpikir, tentunya cukup strategis jika sebelum mengenal berbagai teori belajar dipahami dulu peran berbagai filsafat pendidikan dalam mengembangkan teori belajar. Filsafat pendidikan berkembang sejak keperluan akan pendidikan sendiri berkembang, kebutuhan semacam ini dirasakan menguat sejak zaman yunani kuno. Tidak heran jika berbicara filsafat pendidikan, muncul nama-nama seperti Sokrates, plato dan Aristoteles. Banyak sekali aliran-aliran tentang filsafat pendidikan yang berkembang tetapi hanya aliran behaviorisme yang secara utuh menyajikan teori belajar dan kebanyakan teori belajar yang lain muncul karena menerapkan gagasan dasar (basic ideas) dari beberapa filsafat pendidikan, misalnya teori belajar konstruktivisme berkembang sebagai implementasi gagasan dasar dari filsafat pragmatism dan rekonstruksionisme sosial, filsafat pragmatism kemudian berkembang menjadi filsafat progesivisme.

            Sementara itu, George F.Keller dalam publikasinya yang berjudul introduction to the philosophy of education mengidentifikasi hubungan filsafat dengan pendidikan (Barnadib,1996:11) awal sekali dilakukan identifikasi pendekatan yang ada pada filsafat seperti spekulatif (memikirkan secara sistematis tentang segala sesuatu yang ada), preskriptif (upaya untuk menyusun standart pengukuran tingkah laku, nilai, norma dan kaidah) dan analitis karena sejumlah konsep dalam pendidikan diperlukan kejelasannya. Kemudian jika pendekatan itu diterapkan dalam pendidikan maka terbentuklah filsafat pendidikan.

            Dalam konteks bagaimana pembelajaran dilakukan, secara historis filsafat pendidikan dibagi menjadi dua yaitu filsafat pendidikan yang berasumsi guru sebagai pusat pembelajaran (teacher-centered philosophies), filsafat ini dikatakan cenderung lebih otoriter dan konservatif dan menekankan pengembangan nilai-nilai dan pengetahuan yang telah hadir sejak dulu sampai sekarang.aliran pokok dari filsafat yang berpusat kepada guru yaitu esensialisme dan parenialisme. Dan yang kedua adalah filsafat pendidikan yang berasumsi siswa sebagai pusat pembelajaran (student-centered philosophies) yang lebih focus kepada kebutuhan pembelajar, kontemporer, relevan dan menyiapkan siswa untuk perubahan di masa depan. Aliran pokok dari paham ini adalah progresivisme, rekonstruksionisme sosial dan eksistensialisme. Selanjutnya secara ringkas akan kita bahas sebagai berikut:

2.4.1.   Pragmatisme

            Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce dalam bukunya how to make ouridea clear (1878). Tokoh-tokoh lain dalam aliran ini adalah William James, John Dewey dan George Herbert Meat. Tetapi yang dikenal sebagai bapak Pragmatisme justru John Dewey karena publikasi-publikasinya yang luas. Pragmatisme sesungguhnya berupaya menjadi penengah antara aliran idealisme yang dikembangkan oleh Plato dengan aliran realisme yang dikembangkan oleh Aristoteles. Dalam menengahi Pragmatisme berpandangan bahwa hendakny keputusan yang diambil didasari oleh pertimbangan etis, artinya perlu dinilai dari segi baik buruknya (Poedjiadi, 2005:74). Sehubungan dengan pemikiran ini Pragmatisme disebut juga dengan eksperientalisme dan pada akhir abad ke 20 timbul semacam aliran filsafat baru yang disebut Neoeksperientalisme dengan slogan Power of Experience (POE) oleh Tom Russell. POE ini diambil dari prinsip pembelajaran sains berbasis pengalaman pembelajar yang meliputi langkah-langkah Predict-observe-expain.

            Predict, memulai pelajaran dengan menghadapkan para pembelajar dengan seperangkat alat dan bahan percobaan kemudian guru menjelaskan apa saja yang harus dilakukan siswa terkait peralatan tersebut. Siswa membuat prediksi kemudian membuat sejumlah penjelasan awal (eksplanasi) dan dilanjutkan dengan mengumpulkan dan mendaftar sejumlah eksplanasi. Observe, dilakukan demonstrasi atau percobaan kemudian diamati. Dari sini dapat diketahui prediksi eksplanasi yang benar atau yang salah. Explain, kelas sebagai kelompok mencoba melakukan dekonstruksi hasil demonstrasi dan menjelaskan mengapa hal yang yang didemonstrasikan tersebut terjadi.

            Gagasan pokok filsafat pembelajaran ini adalah minimalisasi peran dari seorang guru dan memberikan banyak keleluasaan kepada siswa untuk membuat penemuan.

2.4.2.   Progresivisme

            Aliran progresivisme berkembang dari pragmatism, kata kunci dari aliran ini adalah progresif yang maknanya maju. Aliran progresivisme disebut juga instrumentalisme, eksperimentalisme juga environmentalisme. Aliran filsafat ini berpandangan bahwa anak didik memiliki akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan kelebihan dibanding makhluk yang lain. Dengan kelebihan ini secara kreatif dan dinamis anak didik memiliki potensi untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan yang dihadapinya.

2.4.3.   Eksistensialisme

            Filsafat ini dibangun oleh kepercayaan yang kuat terhadap kemauan bebas (free will) manusia dan kebutuhan setiap individu untuk membentuk masa depannya sendiri. Dalam eksistensialisme, para murid diharapkan mampu mengontrol dan menentukan pendidikannya sendiri, mereka didorong untuk mengetahui dan menghargai keunikan dirinya masing-masing dan bertanggung jawab penuh terhadap setiap tindakannya. Guru berpandangan bahwa setiap siswa merupakan suatu entitas dari konteks sosial. Pendidikan semacam ini menginginkan agar pengalaman pendidikan berfokus untuk menciptakan kesempatan bagi pengarahan diri (self direction) dan aktualisasi diri.

2.4.4.   Perenialisme

            Filsafat ini berfokus kepada adany kebenaran universal yang telah teruji bersama berlalunya waktu, dari masa ke masa. Hal ini sesuai dengan arti pokoknya, perenial yaitu hal-hal yang ada sepanjang masa. Dengan demikian tujuan pokok dari pendidikan adalah mengkaji nilai-nilai luhur kemanusiaan dan pengethuan yang abadi. Para filosof aliran ini merekomendasikan agar para siswa belajar dari banyak membaca karya-karya agung dari para pemikir dan para penulis besar spanjang perjalanan sejarah manusia. Dengan cara ini mereka akan menghargai pembelajaran. Kelas para perenialis berpusat kepada guru untuk dapat mencapai tujuan pendidikan (teacher- centered).

2.4.5.   Esensialisme

            Esensialisme berpandangan bahwa tujuan utama dari pendidikan adalah untuk melaksanakan pewarisan dan revitalisasi budaya secara inti, esensi, pengetahuan kepada generasi muda. Filsafat ini berfokus kepada pembelajaran tetang esensi pokok atau dasar-dasar pengetahuan akademik, ketrampilan-ketrampilan dan pengembangan karakter. Para esensialis perpandangan bahwa guru harus mengajarkan nilai-nilai moral dan kebijakan tradisional seperti tradisi menghargai penguasa (otoritas), para sesepuh, belajar untuk mengembangkan ketangguhan dan keuletan, keterikatan kepada tugas-tugas mulia, menghargai orang lain, pengetahuan-pengetahuan praktis dan intelektual yang akan membekalinya sebagai warga Negara yang baik.

2.4.6.   Rekonstruksionisme

            Paham ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran progresivisme tetapi lebih berfokus kepada peran sosial pendidikan. Keyakinan pokok paham ini adalah bahwa tujuan pokok pendidikan yaitu membangun pola-pola kebudayaan yang baru dan menghapuskan seluruh masalah-masalah sosial termasuk penyakit-penyakit sosial, sehingga paham ini lebih dikenal sebagai rekonstruksionisme sosial. Dalam dunia pendidikan, Webb, metha dan Jordan (1991:109-115) menyatakan ada enam gagasan dasar dari teori rekonstruksionisme sosial tentang pendidikan, yaitu:

a)        Tujuan dari sekolah adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, bukan semata-mata kebutuhan sosial dari individu siswa.

b)        Agar kehidupan masyarakat tetap berlangsung (survive) diperlukan perubahan dan rekonstruksi.

c)        Pendidikan harus memimpin pproses rekonstruksi masyarakat.

d)       Sebagai lembaga fundamental dalam masyarakat modern, pendidikan dengan kurikulumnya harus merefleksikan gagasan demokratisasi dan berfokus kepada literasi kritis.

e)       Sebagai pembentuk masyarakat baru, guru harus berpandangan bahwa sekolah merupakan bagian dari evolusi budaya, memandang pendidikan dalam prespektif global yang terbuka terhadap berbagai perbedaan.

f)        Sekolah seharusnya menjadi model bagi penyelesaian masalah sosial dan membentuk siswa sebagai pemecah masalah sosial (social problem solvers) dan agen perubahan sosial.

2.5.      Pendekatan Filsafat Pendidikan yang lain.

Disamping berbagai aliran filsafat yang dikemukakan diatas ada pendekatan lain dalam menggolongkan aliran filsafat yang terkait dengan konsep pendidikan, diantaranya:

2.5.1.   Nativisme

Nativisme berasal dari kata natives atau native yang artinya terlahir atau pembawaan sejak lahir.tokohnya yang terkenal adalah Arthur Schopenhouer dari Jerman. Menurut aliran ini setiap anak sejak lahir telah memiliki sifat-sifat dasar tertentu yang disebut pembawaan yang terdiri dari pembawaan baik dan pembawaan buruk, sifat bawaan ini tidak dapat diubah oleh pengalaman,lingkungan dan pendidikan, sehingga hasik akhir dari pendidikan ditentukan oleh pembawaan itu sendiri. Aliran pendidikan ini disebut juga dengan pedagogik pesimistis, karena pesimis terhadap manfaat pendidikan.

2.5.2.   Naturalisme

            Naturalisme berasal dari kata natura (Latin) atau nature (Inggris) yang artinya alam atau kodrat. Pelopornya adalah Jean-Jacques Rousseau. Aliran ini berpendapat bahwa setiap anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik dan tidak seorangpun lahir dengan pembawaan buruk. Namun, pembawaan baik itu bisa rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan atau kebudayaan manusia itu sendiri. Pandangan naturalisme tidak memandang pentingnya pendidikan sehingga aliran ini juga disebut negativisme, karena pada dasarnya pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memberikan kebebasan kepada anak untuk berkembang menurut kodrat alamnya yang baik itu.

2.5.3.   Empirisme

            Empirisme berasal dari kata empiria atau pengalaman, tokohnya adalah John Locke (Inggris). Paham empirisme bertentangan dengan paham nativisme dan berpandangan bahwa anak sejak lahir belum memiliki sifat pembawaan apapun, anak yang baru lahir bagaikan kertas putih bersih, tabula rasa. Melalui kontak dengan lingkungan anak-anak pendapat pengalaman empiric yang membentuk anak dimasa depan. Program-program pendidikan harus menciptakan pengalaman belajar yang diperlukan anak sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dalam hal ini dipersepsikan bahwa seorang pendidik akan mampu membentuk anak-anak menjadi apa saja. Karena besarnya  optimism terhadap peranan pendidikan, maka aliran ini disebut juga  sebagai pedagogik optimistis.

2.5.4.   Konvergensi

            Pandangan ini memadukan antara pandangan nativisme dan empirisme. Tokohnya yaitu William Stern (Jerman). Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan intelektualitas anak tidak hanya dilihat dari factor pembawaan atau lingkungan saja tetapi pepaduan antara keduanya, sinergisme antara faktor internal nature, natur /alami (faktor dasar) dan faktor eksternal nurture, nurture/ pengalaman (faktor ajar/bimbingan). Berdasarkan pandangan ini,William Stern mengambil sutu simpulan bahwa hasil pendidikan bergantung kepad pembawaan dan lingkungan, seakan akan dua garis yang bergerak menuju suatu titik pertemuan, suatu konvergensi.

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

            Setelah mempelajari berbagai filsafat pendidikan dapat disimpulkan bahawa sebenarnya tidak ada aliran filsafat pendidikan yang mutlak benar dan harus diikuti sepenuhnya, karena setiap aliran ternyata memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Jadi,penerapan ajaran yang mengatakan bahwa kita harus pandai-pandai memilih yang baik dan membuang yang buruk tetap relevan.

DAFTAR PUSTAKA

-          Suyono dan Hariyanto.2012.Belajar dan Pembelajaran.Bandung:PT Remaja Rosda Karya.

           

Sunday, April 20, 2014

CONTOH SURAT PERJANJIAN JUAL BELI



SURAT  PERJANJIAN  JUAL  BELI
Kami  yangbertanda-tangan  di  bawahini  :
N   A   M   A        :   Imam Solikin.
Tempattgllahir  :   Malang, 11-11-1977
ALAMAT           :   DesaTawangsariRt.20  Kec.PujonKab. Malang.
Di sebutsebagaiPihaksatu ( I ) atauPembeli.
N   A   M   A       :   NurSyahidulloh.
Tempattgllahir :   Malang,01-08-1958.
ALAMAT          :    DesaSumberAgung Rt.08 Rw.02  Kec.NgantangKab.Malang.
 Di sebutsebagaipihakdua ( II ) atauPenjual.
Dalamhaliniantarapihaksatu/Pembelidenganpihakdua/PenjualtelahsepakatuntukmengadakanperjanjianJualbeliAsetataubangunanusahaPengelolaan Air MinumAtasnamapemilikperijinanNursyahidullohatauselakupihakdua/penjual. Antara lain :
1.      Pihakdua(II) ataupenjualdanpihak( I) pembeli, telahsepakatuntukmengadakanjualbelibangunan,assetdanperalihanperijinanpengelolaan air minum an. Nursyahidullohdenganharga Rp.250.000.000,-  (duaratus lima puluhjutarupih) yang sudah di bayarlunasolehpihak (I) selakupembeli.
2.      Pihakdua (II) Nursyahidullohselakupemilikatasnamaperijinanpengelolaansumbermata air dan asset bangunanuntuk air minumsudahmenjualdanmenyerahkanpengelolaansepenuhnyaKepadapihaksatu (I) selakupembeli.
3.      MengenaiPelangganataupengguna air minum yang terdaftarmulaisaatinipengelolaandanmanagemennyamenjadihakpihak( I ) selakupemilikbaru.
4.      Dan apabilasalahsatupihakmengingkariisidaripadaperjanjianjualbeliinimakabersediadituntutsesuaihukum yang berlaku, sertasuratperjanjianinisekaligusmerupakanbuktidaripadapenjualanBangunan, asset danperijinanpengelolaan Air minum yang sudah di sepakatiolehkeduabelahpihak.
Demikiansuratperjanjianjualbeliini di buatuntuk di pergunakansebagaimanamestinya, sertatanpaadaunsurpaksaandaripihakmanapun.
Pujon,      April 2014
PihakSatu( I ) /PembeliPihakDua (II) / Penjual


( ImamSolikin )( NurSyahidulloh )                                                 .SAKSI :




CONTOH SURAT KUASA



SURAT  KUASA

Yang bertandatangan di bawahini  :
N  a m a          :   NurSyahidulloh.
Tmpattgllhir :   Malang,01-08-1958
Alamat           :    DesaSumberagung Rt.08Rw.02  Kec. Ngantang.
Di sebutsebagaiPemberiKuasa
N a m a          :    HerySukamto& Imam s.
Tmpttgllhir  :     Malang,06-07-1974
Alamat           :    DesaNgroto Rt.33 Rw.09  Kec.Pujon.
Di sebutsebagaiPeneria Kuasa
Denganini di berikanKuasapenuhuntuk ;Mengurus, MemediasisertamenyelesaikanpermasalahanRumahtanggaantaraNurSyahidulloh/ PemberiKuasaDenganLilisPurwati ( 41 )
DalamhaliniPenerimaKuasadiberikanhakpenuhuntukmewakiliPemberiKuasadalammenyampaikankeputusandanlangkah-langkahpenyelesaikanantarakeduabelahpihak.
DemikiansuratKuasaini di buat, Agar dipergunakansebagaimanamestinya.
Pujon,12 April 2014

Yang Menerima KUASA                                        Yang Memberi KUASA



( HerySukamto/Imam s.)                                          ( NurSyahidulloh  )


Friday, April 18, 2014

SURAT PERNYATAAN / PERJANJIAN KOSONGAN TINGGAL ISI

SURAT PERNYATAAN / PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama        :
Umur        :
Pekerjaan    :
Alamat        :

Dengan ini saya menyatakan bahwa pada hari ini jum’at 18 April  2014 telah melelang arisan sebesar  Rp. 6.300.000,- yang jatuh pada hari jum’at tanggal 30 mei 2014 dan apabila tidak sesuai dengan tanggal perjanjian maka saya berhak melakukan kuasa saya sebagai pelelang yang sah.

                  Pujon, 18 April 2014
    Pemilik Arisan                            Pelelang


________________                        __________________

Saksi



_______________

MAKALAH PEMBELAJARAN PENJASKES



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah ini tepat pada waktunya. Dan terimakasih Dosen pembimbing yang telah membimbing dalam penyusunan tugas ini.
Penulis menyadari  sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas  ini tidak terlepas dari kekurangan, Oleh karena itu mohon kiranya kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun guna kesempurnaan penyusunan tugas ini lebih lanjut.


Malang,                       2014

Penulis









DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................   I
KATA PENGANTAR................................................................................. II   
DAFTAR ISI................................................................................................ III
BAB I PENDAHULUAN............................................................................   1
Latar Belakang.............................................................................   1

BAB II KAJIAN PUSTAKA......................................................................  
2.1 Pengertian pendidikan jasmani.....................................................  
2.2 Tujuan pendidikan jasmani...........................................................  
2.3 Ruang lingkup pendidikan jasmani..............................................
2.4 Hakekat olahraga dan penjas........................................................
2.5 Pengajaran etika dalam pendidikan jasmani.................................
2.6 Perbedaan makna pendidikan jasmani dan pendidkan olahraga..
2.7. Perumusan  materi  dalam pembelajaran penjasorkes................
BAB III PENUTUP.....................................................................................
3.1. Kesimpulan..........................................................................       

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pendidikan jasmani sebagai komponen pendidikan secara keseluruhan telah disadari oleh banyak kalangan. Namun, dalam pelaksanaannya pengajaran pendidikan jasmani berjalan belum efektif seperti yang diharapkan. Pembelajaran pendidikan jasmani cenderung tradisional.
Model pembelajaran pendidikan jasmani tidak harus terpusat pada guru tetap pada siswa. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi pada perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami oleh mereka yang hendak mengajar pendidikan jasmani.
Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain. Konsep. Itu menyamakan pendidikan jasmani dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (physical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development).
Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya. Walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogik.
Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Sudah barang tentu proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Bagaimanakah definisi pendidikan yang kita anut? Adanya perbedaan pengertian itu pendidikan jasmani dengan istilah-istilah lain seperti gerak badan, aktivitas fisik, kesegaran jasmani, dan olahraga hendaknya tidak menimbulkan polemik yang menyesatkan. Perbedaan pendapat itu sesuatu yang wajar, yang terpenting seseorang harus melakukan pembatasan pengertian yang dianut secara jelas dan konsisten apabila membicarakan atau menuliskan berbagai istilah itu sehingga tidak rancu.
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila. Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani dibedakan dengan olahraga. Dalam arti sempit olahraga diidentikkan sebagai gerak badan. Olahraga ditilik dari asal katanya dari bahasa jawa olah yang berarti melatih diri dan rogo (raga) berarti badan. Secara luas olahraga dapat diartikan sebagai segala kegiatan atau usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia.
Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani dan direncanakan secara sistematik bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromoskuler, perseptual, kognitif, sosial dan
emosional.





BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian pendidikan jasmani
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses seseorang sebagai individu maupun anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan, kecerdasan, dan pembentukan watak
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional.
Pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman manusia, karena dalam pendidikan jasmani menyediakan kesempatan untuk memperlihatkan mengembangan karakter. Pengajaran etika dalam pendidikan jasmani biasanya dengan contoh atau perilaku. Pengajar tidak baik berkata kepada muridnya untuk memperlakukan orang lain secara adil kalau dia tidak memperlakukan muridnya secara adil.
Selain dari pada itu pendidikan jasmani dan olahraga begitu kaya akan pengalaman emosional. Aneka macam emosi terlibat di dalamnya. Kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang berakar pada permainan, ketrampilan dan ketangkasan memerlukan pengerahan energi untuk menghasilkan yang terbaik.
Pantas rasanya jika kita setuju untuk mengemukakan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan dasar atau alat pendidikan dalam membentuk manusia seutuhnya, dalam pengembangan kemampuan cognitif, afektif dan psikomotor yang behavior dalam membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan bermoral.

2.2 Tujuan Pendidikan Jasmani
*      Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih.
*      Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.
*      Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar
*      Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.
*      Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis.
*      Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
*      Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
*      Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya.
*      Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya
*      Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya
*      Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya
*      Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya
*      Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung
*      Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.
2.4 Hakekat olahraga dan penjas
Filsafat olahraga, seperti filsafat lainnya, dalam olahraga ada beberapa konsep yang perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini bersifat abstrak yaitu ‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini abstrak, tetapi didalam konsep ini ada makna tertentu, walau perbedaan makna pada setiap individu berbeda-beda tentang ini.
Konsep dasar tentang keolahragaan beragam, seperti bermain (play), Pendidikan jasmani (Physical education), olahraga (Sport), rekreasi (recreation), tari (dance).
Bermain (play) adalah fitrah manusia yang hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat belum tercemar.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang belum tercemar.
Dalam bermain pendidikan etika yang ada tidak mengenal pada suatu ajaran tertentu, karena anak bermain tidak melihat sisi religius teman dan bentuk permainan, karena tidak ada aturan dalam hal religus dalam bentuk permainan, pendidikan etika disini yang membetuk manusia yang baik dan kritis, sehingga proses pemberian pembelajarannya lebih bersifat mengembangkan daya pikir kritis dengan mengamati realitas kehidupan.
Seperti melihat harimau, maka anak akan meniru gaya harimau yang menerkam mangsa, simangsa sudah tentu adalah teman sepermainnya. Temannya akan berjuang mempertahankan dengan bergelut.
Bermain dalam alam anak memberikan konsep anak bertanggung jawab terhadap permainan tersebut. Ketika terjadi “perselisihan” maka tanggung jawab anak terhadap permainan ini membantu dalam pengembangan moralnya.
Olahraga (sport) yang merupakan kegiatan otot yang energik dan dalam kegiatan itu atlet memperagakan kemampuan geraknya (performa) dan kemauannya semaksimal mungkin, akan tetapi perkembangan teknologi memungkinkan faktor mesin menjadi techno-sport, seperti balap mobil, balap motor, yang banyak tergantung dengan faktor mesin.

2.5 Pengajaran etika dalam pendidikan jasmani
Kita telah menyadari bahwa pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mencoba mengajarkan etika dan nilai dalam proses belajar mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak.
Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat yaitu :
*      Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendirii sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap nilai-nilai, kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan ditumbuhkembangkan penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau sekolah ingin menanamkan nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di lingkungan sekolah itu mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk ketidakadilan, maka di sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang mendukung keberhasilan pendidikan nilai.
*      Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri memberi kesaksikan hidup sebagai pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia mengajarkan sikap dan nilai disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih disegani.
*      Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru menegaskan bila anak tidak mengikuti pelajaran karena membolos, maka nilai pelajaran akan dikurangi.
*      Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri, misalnya dengan pendidikan budi pekerti. Akan tetapi penulis tidak menyarankan untuk di lakukan.
*      Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba, kelompok studi, teater, dll. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup mendalam dengan peserta didik.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran “pendidikan jasmani dan kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani ?
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama

2.7.    Perumusan  materi  dalam pembelajaran penjasorkes
untuk memudahkan penetapan materi pembelajaran, dapat diacu dari indikator. Contoh: indikator: peserta didik dapat menyebutkan ciri-ciri kehidupan.  Materi pembelajarannya: ciri-ciri kehidupan: nutrisi, bergerak, bereproduksi, transportasi, regulasi ,iritabilitas, bernapas, dan ekskresi.
Pembelajaran mengandung makna kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan matode/strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Metode dan strategi pembelajaran sering digunakan secara bergantian untuk menjelaskan makna yang sama. Terdapat 4 hal yang menjadi urusan strategi pengelolaan pembelajaran, yaitu :
1.      Penjadwalan Penggunaan Strategi Pembelajaran
Penjadwalan penggunaan suatu strategi atau komponen suatu strategi, baik itu untuk strategi pengorganisasian pembelajaran maupun strategi penyampaian pembelajaran, merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan pembelajaran. Penjadwalan pengorganisasian pembelajaran biasanya mencakup pertanyaan kapan dan berapa lama seorang siswa/mahasiswa menggunakan setiap komponen strategi pengorganiasasian, sedangkan penjadwalan strategi penyampaian biasanya melibatkan keputusan, seperti kapan dan untuk berpa lama seorang siswa/mahasiswa menggunakan jenis media.
2.       Pembuatan Catatan Kemajuan Belajar
Pembuatan catatan tentang kemajuan belajar siswa penting sekali bagi keperluan pengambilan keputusan-keputusan yang terkait dengan strategi pengelolaan. Keputusan apapun yang diambil harus didasarkan pada informasi yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa/mahasiswa. Keputusan memilih dan menggunakan suatu komponen strategi pengorganisasian juga sebaiknya didasarkan pada kemajuan belajara siswa/mahasiswa.
Catatan tentang kemajuan belajar siswa/mahasiswa juga diperlukan untuk mengambil keputusan mengenai perlu tidaknya siswa/mahasiswa tertentu diberikan strategi motivasional lanjutan.
 Kemajuan belajar siswa/mahasiswa biasanya juga dapat digunakan untuk menaksir keefektifan suatu strategi pembelajaran. Catatan tentang kemajuan belajar siswa/mahasiswa ini dapat digunakan sebagai informasi untuk mengambil keputusan mengenai perlu tidaknya ada perbaikan strategi pembelajaran (strategi pengorganisasian, strategi penyampaian, dan strategi pengelolaan). Taksiran yang tepat akan amat membantu pemilihan strategi pembelajaran yang optimal.
3.      Pengelolaan Motivasional
Bagian ini adalah merupakan bagian yang amat penting dari pengelolaan interaksi siswa/mahasiswa dengan pembelajaran. Kegunaannya adalah untuk meningkatkan dan sekaligus untuk mempertahankan motivasi belajar siswa/mahasiswa. Sebagian besar bidang studi sebenarnya memiliki daya tarik untuk dipelajari, namun pembelajaran gagal menggunakannya seabagai alat motivasional. Akibatnya bidang studi kehilangan daya tariknya, dan yang tinggal hanya kumpulan fakta, konsep, prosedur atau prinsip yang tidak bermakna.
Ada komponen-komponen strategi pembelajaran variable motivasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar suatu bidang studi. Penggunaan strategi pengorganisasian dan penyampaian pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa/mahasiswa dihipotesiskan memiliki pengaruh motivasional yang tinggi pada belajar siswa/mahasiswa.
4.      Kontrol Belajar
Kontrol belajar merupakan bagian penting untuk mempreskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. kegunaannya adalah untuk menetapkan agar pembelajaran benar-benar sesuai dengan karakteristik perseorangan. variabel ini mengacu pada kepada kebebasan siswa/mahasiswa melakukan pilihan pada bagian ini yang dipelajari, kecepatan belajar, komponen strategi pembelajaran yang dipakai, dan strategi kognitif (berpikir) yang digunakan.
Keempat aspek ini dapat member petunjuk bagaimana cara ,mengelola pembelajaran. Strategi pengelolaan yang berurusan dengan control belajar banyak terkait dengan aspek penjadwalan, misalnya kapan memilih bagian isi yang akan dipelajari sebaiknya diberikan kepada siswa/mahasiswa, bagian isi mana sebaiknya dipelajari terlebih dulu, dan bagaimana menata pembelajaran untuk siswa/mahasiswa yang termasuk kelompok cepat, sedang dan lambat dan sebagainya.
Pengaruh Karakteristik Dalam Menetapkan Strategi Pengelolaan
Faktor kondisional yang paling berpengaruh dalam menetapkan strategi pengelolaan adalah karakteristik siswa/mahasiswa. Karakteristik siswa/mahasiswa juga menjadi pertimbangan pokok dalam pengelolaan strategi penyampaian.




B.     Pemilihan  metode dalam pembelajaran penjasorkes
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan atau strategi yang dipilih. Karena itu pendekatan pembelajaran dan metode yang di integrasikan dalam satu kegiatan pembelajaran peserta didik:
a.       Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan proses, pembelajaran langsung, pemecahan masalah dsb.
b.      Metode-metode yang digunakan, misalnya: ceramah, observasi, tanya jawab dsb.
Strategi Penyampaian Isi Pembelajaran
Strategi penyampaian (delivery strategy) mengacu pada cara-cara yang dipakai untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa/mahasiswa dan sekaligus untuk menerima serta merespon masukan-masukan dari siswa/mahasiswa.
Secara lengkap ada 3 komponen yang perlu diperhartikan dalam mempreskripsikan strategi penyampaian, yaitu :
1.      Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada siswa/mahasiswa, apakah itu orang, alat atau bahan.
2. Interaksi Siswa/mahasiswa Dengan Media
Komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada kegiatan apa yang diakukan oleh siswa/mahasiswa dan bagaimana peranan media dalam merangsang kegiatan belajar itu.

3. Bentuk (Struktur) Belajar Mengajar
Komponen strategi pembelajaran yang mengacu kepada apakah siswa/mahasiswa belajar dalam kelompok kecil, perorangan, ataukah mandiri. Dalam menetapkan manakah yang lebih dahulu ditetapkan dari ketiganya, tidak ada deskripsi yang baku mengenai hal itu. Ketiganya harus dipertimbangkan secara serentak, dan titik awalnya dapat dimulai dari salah komponen. Bila dimulai dari media pembelajaran, maka bentuk belajar mengajar harus disesuaikan dengan media yang telah ditetapkan, dan akhirnya kegiatan belajar siswa/mahasiswapun harus dijabarkan dari kedua komponen ini. Bila diputuskan untuk memilih bentuk belajar-mengajar lebih dulu, maka kedua komponen harus menyesuaikan. Untuk membentuk suatu kesatuan stretegi penyampaian pembelajaran yang efektif, komponen apapun yang ditetapkan pertama kali harus berpijak pada tujuan khusus pembelajaran, karakteristik isi, karakteristik siswa/mahasiswa, serta kendala yang nyata ada.

C.    Organisasi  pembelajaran penjasorkes
Organisasi belajar atau organisasi pembelajaran adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self  learning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul.
Pedler, Boydell dan Burgoyne mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran adalah “Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri”. • Menurut Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah “suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya”. • Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling konseptual dari learning organization adalah asumsi bahwa ‘belajar itu penting’, berkelanjutan, dan lebih efektif ketika dibagikan dan bahwa setiap pengalaman adalah suatu kesempatan untuk belajar.
Strategi pengorganisasian isi pembelajaran tingkat makro oleh Reigeluth, Bunderssen, dan Merrill (1977) sebagai structural strategy, yang mengacu pada cara untuk membuat urutan (sequencing) dan mensintesis (synthesizing) fakta-fakta, konsep prosedur-prosedur, atau prinsip-prinsip yang berkaitan.
Langkah-langkah penataan isi pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Penyajian kerangka isi
Pembelajaran dimulai dengan penyajian kerangka isi, struktur yang memuat bagian-bagian yang paling penting dari isi/pesan yang akan diajarkan
2. Elaborasi tahap pertama
Elaborasi tahap pertama adalah mengelaborasi tiap-tiap bagian yang ada dalam kerangka isi, mulai dari bagian yang terpenting. Elaborasi tipa-tiap bagian diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang hanya mencakup isi yang baru saja diajarkan.
3. Pemberian rangkuman dan pensintesis eksternal
Pada akhir elaborasi tahap pertama diberikan rangkuman dan diikuti dengan pensintesis eksternal. Rangkuman berisi pengertian-pengertian singkat mengenai konstruk-konstruk yang diajarkan dalam elaborasi, dan pensistesis eksternal menunjukkan :
a. Hubungan-hubungan penting yang ada antar bagian yang telah dielaborasi
b. Hubungan antara bagian-bagian yang telah dielaborasi dengan kerangka isi.
4. Elaborasi tahap kedua
Setelah elaborasi tahap pertama berakhir dan diintegrasikan dengan kerangka isi, pembelajaran diteruskan keelaborasi tahap kedua yang mengelaborasi bagian pada elaborasi tahap pertama dengan maksud membawa siswa/mahasiswa pada tingkat kedalaman sebagaimana ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Seperti halnya dalam elaborasi tahap pertama, setiap elaborasi tahap kedua disertai dengan rangkuman dan pensintesis internal.
5. Pemberian rangkuman dan pensintesis eksternal
Pada akhir elaborasi tahap kedua, diberikan rankuman dan pensintesis eksternal, seperti pada elaborasi tahap pertama.
6. Setelah semua elaborasi tahap kedua disajikan, disintesiskan, dan diintegrasikan ke dalam kerangka isi.
7. Pada tahap akhir pembelajaran, disajikan kembali kerangka isi untuk mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan.
Berikut ini adalah tahapan yang perlu dilewati dalam proses pengembangan penataan isi pembelajaran :
1. Menetapkan tipe struktur orientasi
2. Memilih dan menata isi ke dalam strukturnya
3. Menetapkan isi penting yang akan dimasukkan dalam kerangka isi
4. Mengidentifikasi dan menetapkan struktur pendukung
5. Menata urutan elaborasi
6. Merancang kerangka isi, tahapan elaborasi, dan pensintesis.



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal).
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan klasik tentang kesatuan erat antara “body and mind”, Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional
Perumusan  materi  dalam pembelajaran penjasorkes
untuk memudahkan penetapan materi pembelajaran, dapat diacu dari indikator. Contoh: indikator: peserta didik dapat menyebutkan ciri-ciri kehidupan.  Materi pembelajarannya: ciri-ciri kehidupan: nutrisi, bergerak, bereproduksi, transportasi, regulasi ,iritabilitas, bernapas, dan ekskresi. Terdapat 4 hal yang menjadi urusan strategi pengelolaan pembelajaran, yaitu :
1.      Penjadwalan Penggunaan Strategi Pembelajaran
2.      Pembuatan Catatan Kemajuan Belajar
3.      Pengelolaan Motivasional
4.      Kontrol Belajar

2.      Pemilihan  metode dalam pembelajaran penjasorkes
3.      Organisasi  pembelajaran penjasorkes
Berikut ini adalah tahapan yang perlu dilewati dalam proses pengembangan penataan isi pembelajaran :
1. Menetapkan tipe struktur orientasi
2. Memilih dan menata isi ke dalam strukturnya
3. Menetapkan isi penting yang akan dimasukkan dalam kerangka isi
4. Mengidentifikasi dan menetapkan struktur pendukung
5. Menata urutan elaborasi
6. Merancang kerangka isi, tahapan elaborasi, dan pensintesis.
B.     Kritik dan Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa banyaknya kekurangan, maka dari itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam penyempurnaan makalah ini.


















DAFTAR PUSTAKA
Ikhwanuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia baru,
70 tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Jakarta: Grasindo, 2001.
Rusli Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat
Pemberdayaan IPTEK Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas, Jakarta: CV.
Berdua Satutujuan.

Sutan Zanti dan Syahniar Syahrun, (1993) Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta:
Dirjeb Pend. Tinggi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_belajar