AKU
RELA
Oleh:
Nuvia Aningtias & Insan Ali Mustofa
Aku tak peduli pada semua yang sedang
berlangsung ,aku tak peduli dengan bapak dan ibu cerewet di depan kelas yang
sedang menjelaskan materi, aku tak peduli akan catatan-catatan yang ia tuliskan
di papan, aku tak peduli dengan semuanya. Aku hanya mempedulikan diriku
sendiri, pikiranku, hatiku. Mengapa diam-diam aku masih memperhatikanmu?
Mengapa aku masih memikirkanmu? Beribu kata”mengapa” selalu berputar di
kepalaku, tapi aku pun tidak bisa menjawabnya.
Ku hadapkan kepalaku ke arah keluar
kelas, ramai sekali di luar sana, seramai pikiranku yang memikirkanmu. Entah
mengapa semua ini tiada habisnya. Aku masih memikirkanmu, bahkan masih sering
menangisimu. Bertanya-tanya kenapa kamu membuatku seperti ini. Mataku sudah
kering untuk menangis lagi, hatiku seakaen hancur di penuhi sesak yang tiada
habisnya bila mengingatmu, mengingat masa kita, dulu semuanya terasa indah.
Sangat indah, tapi bagaimana dengan sekarang? Apakah air mata dan hatiku yang
sakit ini termasu"k indah? Tidak kan??
Aku mulai memejamkan mataku,
mengingat-ingat semuanya. Kata-katamu di hari itu, genggaman erat tanganmu, air
mataku.............. perlahan semuanya langsung hinggap di dalam memoriku,
membuat rasa sesak rasa sesak di hati ini terasa lagi, kenapa sesak ini tak
kunjung sembuh? Apakah di dalam sana hatiku masih rapuh? Kenapa sesakit ini
rapuh karnamu? Kapan aku bisa melupakanmu? Melupakan semua kenangan kita??
Kejadian di hari itu sudah membuatku kehilangan separuh hidupku, kau tanyakan
suatu pertanyaan yang bahkan aku tak berani untuk menjawabnya.
“Ris...!!!”
satu buah pesan singkat sampai pada ponselku, ternyata dari Andi. “Iya, kenapa
?” balasku lembut. “Apa kamu masih menyayangiku?”, “kenapa menanyakan hal itu?
Kamu sendiri bagaimana?”Tanyaku bingung. “Sudahlah jawab saja ”. “Tentu saja
masih”. “Iya akupun sama” mendengar ucapannya semalam hatiku terasa bahagia.
Pagi ini entah mengapa aku begitu
bersemangat untuk pergi ke sekolah. Sepertinya sejuta kebahagiaan telah
menantiku, tapi sayangnya semua itu hanya harapan kosong, yang kudapat bukan
kebahagiaan melainkan tetes air mata. Kata-katamu semalam kau masih
menyayangiku, tapi mengapa kini kau bersama orang lain. Kamu telah berbohong,
kamu salah, ya.. kamu memang salah.
“Aku mengerti cukup sampai disini,
berbahagialah dengannya” batinku berusaha untuk menenangkan hatiku. Aku
terkejut, tiba-tiba saja semuanya terasa berat, terasa hancur, sangat terasa
bahwa hal ini sangat menyakitkan. Badanku terasa lemas, aku masih tak percaya
tentang apa yang kamu katakan, apa yang kamu lakukan. Pasti ini mimpi....
batinku. “Ya, ini mimpi” aku hanya perlu bangun dan semuanya akan kembali
normal, tapi sayangnya ini bukan mimpi melainkan kenyataan pahit yang benar
benar terjadi.
Aku hancur, hatiku terasa semakin
sakit, sesak sudah mengepul di dadaku. Air mataku mulai menetes. Jadi apa yang
kamu katakan kemarin malam bohong ?? yang sebenarnya kamu sayangi itu dia bukan
aku. Aku masih menatapmu, menatap mata indah yang dulu jadi dunia indahku, apa
aku dan kamu memang sudah berakhir ? ah, entahlah... ingin sekali menghampirimu
lalu menampar pipimu ataupun memelukmu dan tak akan ku lepaskannya, tapi siapa
aku ini ?
Aku hanya orang lemah yang sempat dibuat kuat dan sekarang rapuh karena orang yang sangat aku sayang. Lemah, hancur, rapuh, perih, inilah aku.... Entah kenapa sampai sekarang kata-kata bohongmu, peristiwa-peristiwa menyakitkan yang selalu ku rasakan masih teringat olehku. Aku berusaha melupakannya, tetapi sosokmu selalu datang dan membuat semuanya gagal.
Senyummu, wajahmu, perhatianmu,
kata-katamu, dan kenanganmu.... semuanya terlalu manis. Kamu yang memulai dan
kamu juga yang mengakhiri kisah ini. Apakah benar kamu bukan milikku lagi ?? kau
tetap milikku tapi itu hanya dalam mimpiku. Aku terus memandang keluar kelas
menyibukkan diri dengan pikiranku, tiba-tiba saja kau lewat, berhenti sekejap
di depan kelasku, kau melihat kearahku lalu tersenyum. Kuperhatikan senyum
manismu yang dulu sering kau berikan kepadaku. Senyum yang dulu jadi penyemangat
langkahku. Tapi sekarang entah yang ada senyum manismu itu membuat hatiku
semakin sakit.
Aku menelan ludah pahit, perlahan ku ukirkan secuil senyuman
di wajahku dengan terpaksa, senyuman yang menyembunyikan kesedihanku, senyuman
palsu. Hatiku semakin rapuh, kaupun segera berlalu. Sial, sampai kapan hatiku
rapuh ? sampai kapan senyuman palsu ini menutupi kepedihanku ? aku lelah dengan
semua ini, aku lelah belajar rela, rela belajar tegar, aku lelah......
Semakin aku mencoba merelakan, semakin terasa perih hatiku,
sesak ini sudah menyatu dengan tubuhku, menggerogiti hatiku, membunuh diriku
secara perlahan. Hari demi hari telah ku lalui, saat sinar sang mentari mulai
membakar tubuh ini, bel sekolah telah berdering, tanda jam pelajaran telah usai. Ku berjalan menyusuri lorong
kelas, dengan membawa buku di sisi tangan kananku. Tak sengaja ku jatuhkan
buku-buku ku, tiba-tiba tangan seorang pria mengambil dan memberikan buku itu
padaku, ia tersenyum padaku. Merah pipiku, sudah lama aku tak merasakan hal
ini, jantungku berdetak kencang saat dia menatapku, padahal baru pertama kali
ini aku melihatnya.
“Ini bukunya” kata lelaki tampan itu. “Iya, terima kasih”
jawabku lembut. “Siapa namamu ?” tanyanya. Kujawab “Namaku Risma”. “Kenalkan
namaku Ivan, maaf ya... aku terburu-buru”kata Ielaki itu, dengan segera ia
berjalan meninggalkanku. Setelah sampai di rumah, aku langsung menuju kamar
kecilku. Ku terlentang diatas busa halus kesanganku dengan ditemani
boneka-boneka ku yang lucu, yang selalu setia menemaniku. Tiba-tiba terlintas
dipikiranku, lelaki yang telah menolongku tadi. “Kapan aku bisa bertemu
dengannya lagi ?” batinku. “Semoga saja aku bisa bertemu dengannya besok”
Beberapa hari telah berlalu, namun aku tak kunjung bisa
menemukan bayangannya. Tiba pada suatu ketika, aku berkunjung ke perpustakaan
sekolahku. Tanpa disengaja ia lewat disampingku, lelaki yang dulu pernah
menolongku. Saat itu juga aku menyapanya “Hai... masih ingat aku nggak” lelaki
itu tampak masih berpikir sejenak. “Kamu Risma kan ? yang dulu bukunya jatuh”kata
Ivan. “Iya, benar” jawabku. Kami pun duduk dibangku perpustakaan, kami mulai
berbincang-bincang seolah-olah kami telah kenal satu sama lain. Bel masuk
terdengar, ia meminta nomor ponselku dengan tergesa-gesa. Segera aku tulis dan
kuberikan padanya secarik kertas berisi nomor Hp ku. “Nanti akan kuhubungi,
ditunggu ya....!!!”, aku mengangguk dan tersenyum kecil padanya.
HrrrrHrrr..... Hpku bergetar tanda ada sebuah pesan masuk.
Segera kubaca pesan itu, ternyata pesan itu dari Ivan. Berbunga-bunga rasanya
hati ini. Kubalas pesannya dan memulai percakapan. Hal itu selalu berlangsung
setiap hari. Tanpa sadar, ada sesuatu yang mengganjal dihati. Perasaan yang
selama ini kupendam untuknya. Hal ini berlangsung cukup lama, baik dirumah
maupun disekolah kami selalu berdua. Seperti sepasang merpati yang tak pernah
meninggalkan pasangannya. Tapi sayangnya dia belum mengungkapkan perasaannya
padaku. Suatu malam, dimalam yang tak bisa membuatku tidur nyenyak. Dimana di
anganku selalu terbayang dirinya. Betapa manis senyumannya, lembut tutur
katanya, baik hatinya, tegas sifatnya, gagah dan tampan rupanya laksana Arjuna.
Apakah dia merasakan hal yang sama
dengan apa yang kurasakan? Aku tak tahu.
Lamaaa sekali hal yang selama ini kunantikan tak kunjung
sampai. Saat aku mulai letih untuk menanti sepatah ucapan cinta dari dalam
hatinya, hatiku mulai bimbang untuknya. Ragu dalam hati ini, apakah dia tak
mencintaiku ? atau aku yang harus memulai dulu untuk menyatakan cinta ?. Sampai
suatu ketika, hari yang selama ini kunantikan telah datang. Ia mengajakku
ketengah lapangn sekolah, di suasana istirahat yang ramai. Ku bertanya padanya,
“Mau ngapain sih?” tanyaku, tapi ia
hanya terdiam sambil tersenyum. Aku jadi semakin bingung dibuatnya. Ketika itu
pula mataku ditutup kedua telapak tangannya yang halus bak kain sutra. Dia
berkata “Setelah hitungan ketiga, kamu bisa membuka mata indahmu kembali.
Satu.... Dua.......... Ti......................ga...”. Perlahan kubuka mataku,
sontak aku terkejut dibuatnya. Terlihat didepan mataku rangkaian kata dihiasi
bunga-bunga cantik dan beberapa balon berbentuk hati di papan besar yang
dibawanya. Yang bertuliskan kata “I LOVE YOU, maukah kau jadi kekasihku ?” Aku
masih bingung ingin berkata apa, sementara semua teman-temanku bersorak dan
berkata “Terima, terima, terima ” dengan menepukkan kedua tangannya, tanda
mereka merestui hubungan kami. Akupun setuju dengan pendapat mereka.
Kuanggukkan kepalaku, rasa bahagia dan malu malu menyelimuti hatiku. Serasa
hatiku diterbangkan kesurga olehnya.
Beberapa hari setelah kita jadian, aku merasa dia benar-benar
mencintaiku. Buktinya ia bisa membuatku melupakan semua hal yang kualami selama
bersama Andi, rasa pahit yang pernah kualami kini berganti manis semanis madu.
Sesak yang kuderita kini telah menjadi lega. Rasa perih menjadi sembuh terobati
olehnya. Aku hanya orang lemah yang selalu dibuat kuat oleh orang yang selalu
menyayangiku. Rasa lelah saat bersama Andi kini menjadi semangat yang membara
saat bersama Ivan. Sekarang aku telah rela,rela melepas dan melupakan semua
tentang Andi, dan aku juga rela hatiku dimiliki oleh Ivan.
-TAMAT-